KOORDINASI GUBERNUR YANG BELUM OPTIMAL BUKAN MASALAH STRUKTURAL
Koordinasi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di daerah yang belum terlaksana secara optimal bukan karena masalah struktural. Menurut anggota Komisi II DPR Romzi Nihan (F-PPP) hal itu disebabkan karena belum ada aturan yang tegas bagaimana Gubernur itu mengkoordinasikan bupati dengan walikota.
Hal itu dikemukakan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri dan jajarannya, Senin (31/8) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR Ida Fauziah (F-KB).
Romzi mengatakan, aturan itu harus segera diprogramkan dan diselesaikan tahun ini. “Kita berharap dengan anggaran yang sudah tersedia tahun ini dapat diselesaikan,” katanya.
Dalam peraturan itu, akan diatur bagaimana gubernur melakukan koordinasi yang baik dengan bupati dan kepala daerahnya. Kita semua berharap dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut tidak akan ada lagi koordinasi yang kurang baik antara Gubernur dengan pejabat daerah dibawahnya.
Karena peran gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah merupakan bagian dari amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 37 dan 38 menegaskan bahwa tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi mencakup pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Selain itu, mengkoordinasikan dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari pemerintah dan mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Sekjen Depdagri Diah Anggraeni sependapat belum optimalnya koordinasi gubernur dikarenakan belum selesainya penyusunan peraturan pemerintah yang mengatur gubernur sebagai wakil pemerintah.
Menurutnya, hal ini bisa dimaklumi karena proses penyelesaian peraturan pemerintah tersebut memerlukan pertimbangan pemerintah yang sangat mendalam terutama terkait sumber daya pemerintah yang relatife terbatas untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah.
Dengan kondisi demikian, kata Diah, serta didukung hasil evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh semua pihak untuk memperkuat posisi pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk didalamnya penguatan posisi gubernur.
Diah mengatakan, Pemerintah telah berupaya agar gubernur sebagai wakil pemerintah dapat melaksanakan sebagian besar tugas-tugasnya walaupun belum didukung oleh Peraturan Pemerintah yang lebih operasional.
Sebagai contoh, dengan terbitnya PP 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan Permendagri 65 Tahun 2008 yang intinya memfasilitasi gubernur untuk membentuk Tim Koordinasi Penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Provinsi yang bertugas membantu gubernur dalam mengendalikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah.
Dengan adanya tim ini, setidaknya gubernur sudah melaksanakan sebagian tugasnya sebagai wakil pemerintah dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintah dan mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Pulau Dijual
Sementara itu, menanggapi adanya pemberitaan tentang tiga pulau yang dijual di Kepulauan Mentawai. Diah Anggraeni menegaskan bahwa ke tiga pulau tersebut tidak pernah ada yang dijual kepada pihak asing. Ke tiga pulau yang dimaksud adalah Pulau Sinai, pulau Siloina dan Pulau Karamajat.
Diah menjelaskan, sesuai kunjungan tim Depdagri yang dipimpin Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri dan penjelasan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat, pulau tersebut bukan dijual melainkan kerjasama dalam bentuk pengelolaan dengan pihak ke tiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam rangka pemanfaatan potensi daerah. (tt)